Ratusan Warga Kemiri Makan Nasi Aking
TANGERANG – Fenomena warga yang masih mengkonsumsi nasi aking di Kabupaten Tangerang masih saja terjadi. Buktinya, ratusan keluarga di Kampung Sukadiri Rt 010/14 Kecamatan Kemiri Kabupaten Tangerang terpaksa memakan nasi aking sejal satu bulan yang lalu. Hal ini disebabkan ratusan hektar sawah milik warga mengalami gagal panen.
Salah satu warga Sapiah (60) mengaku, dirinya beserta ratusan warga lainnya sudah memakan nasi aking sejak terjadi gagal panen di wilayah mereka. Sedangkan, warga tidak memiliki penghasilan lain untuk membeli beras.
“Petani sini banyak yang kecewa. Karena gagal panen, kami harus makan nasi aking,” terangnya.
Menurut Sapiyah, hingga kini mereka belum pernah mendapatkan batuan apapun dari pemerintah setempat. Untuk tetap bertahan hidup, warga bekerja sebagai buruh serabutan dan makan seadanya.
Tak jauh berbeda diungkapkan Abillah (50). menurut lelaki yang memiliki sawah seluas 1 hektar tersebut, warga di Kemiri hanya mengandalkan sektor pertanian untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
“Jika tidak mau makan nasi aking, kebutuhan sehari-harinya lain seperti ongkos menyekolahkan anak tidak akan terpenuhi. Sejak gagal panen, biasanya terpaksa bekerja serabutan," ucapnya.
Bagi Abillah, sebagai orangtua, sebenarnya tidak sampai hati memberi makan nasi aking sehari-hari untuk anak-anaknya. Tapi sejak tanaman padinya tidak dapat panen, tidak ada sumber penghasilan lagi untuk menghidupi keluarga. "Terpaksa kami kasih makan nasi aking," pasrahnya. (mg-dedi)
TANGERANG – Fenomena warga yang masih mengkonsumsi nasi aking di Kabupaten Tangerang masih saja terjadi. Buktinya, ratusan keluarga di Kampung Sukadiri Rt 010/14 Kecamatan Kemiri Kabupaten Tangerang terpaksa memakan nasi aking sejal satu bulan yang lalu. Hal ini disebabkan ratusan hektar sawah milik warga mengalami gagal panen.
Salah satu warga Sapiah (60) mengaku, dirinya beserta ratusan warga lainnya sudah memakan nasi aking sejak terjadi gagal panen di wilayah mereka. Sedangkan, warga tidak memiliki penghasilan lain untuk membeli beras.
“Petani sini banyak yang kecewa. Karena gagal panen, kami harus makan nasi aking,” terangnya.
Menurut Sapiyah, hingga kini mereka belum pernah mendapatkan batuan apapun dari pemerintah setempat. Untuk tetap bertahan hidup, warga bekerja sebagai buruh serabutan dan makan seadanya.
Tak jauh berbeda diungkapkan Abillah (50). menurut lelaki yang memiliki sawah seluas 1 hektar tersebut, warga di Kemiri hanya mengandalkan sektor pertanian untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
“Jika tidak mau makan nasi aking, kebutuhan sehari-harinya lain seperti ongkos menyekolahkan anak tidak akan terpenuhi. Sejak gagal panen, biasanya terpaksa bekerja serabutan," ucapnya.
Bagi Abillah, sebagai orangtua, sebenarnya tidak sampai hati memberi makan nasi aking sehari-hari untuk anak-anaknya. Tapi sejak tanaman padinya tidak dapat panen, tidak ada sumber penghasilan lagi untuk menghidupi keluarga. "Terpaksa kami kasih makan nasi aking," pasrahnya. (mg-dedi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar