Jumat, 11 September 2009

wawancara pakar intelijen

Bertemu Nurdin, Harus Lewati 3 Tahap

Polisi telah memastikan teroris yang tewas dalam penggerebekan di Temanggung, Jawa Tengah, ternyata Ibrahim, bukan Noordin M Top. Ini berarti gembong teroris paling dicari di negeri ini masih bebas berkeliaran. Apa saja yang dilakukan selama buron? Bagaimana kita mengantisipasinya? Berikut petikan wawancara INDOPOS dengan DR Wawan H Purwanto, pengamat intelejen, di Hotel Redtop, Jakarta Pusat, kemarin.

Noordin M Top hingga kini masih buron. Di mana dia berada?

Saya kira Noordin masih di sekitar Jawa Tengah. Dia tidak mungkin pergi jauh. Kalaupun pergi, dia akan kabur masih di wilayah Jawa.

Kenapa Noordin sulit dibekuk?

Noordin sangat pintar. Dia tidak akan bertemu dengan sembarangan orang. Kalaupun keluar, pasti dengan berbagai kamuflase.

Kenapa Noordin dapat dengan mudah bersembunyi?

Masyarakat Indonesia sangat permisif. Warga dapat dengan mudah menerima orang baru di wilayahnya. Terutama di wilayah Jawa. Di samping itu, Noordin sangat pandai melakukan cuci otak. Orang-orang yang direkrut diberikan janji-janji masuk surga. Noordin juga menikahi gadis setempat agar lebih dipercaya.

Ini berarti selama buron tetap cari pengantin baru (istilah untuk pelaku bom bunuh diri). Seperti apa target pengantinnya?

Kebanyakan orang-orang yang direkrut adalah orang yang bermasalah. Bukan orang-orang yang punya kelebihan tertentu. Misalnya masalah ekonomi dan depresi. Orang yang sedang bermasalah sangat mudah dipengaruhi.

Apakah calon pengantin dapat langsung bertemu Noordin?
Untuk bertemu Noordin tidak mudah. Harus melalui 3 tahap. Tahap pertama bertemu dengan orang ketiga. Setelah lulus, baru ketemu orang kedua. Kemudian bertemu dengan salah satu orang kepercayaan Noordin. Kalau lulus, calon pengantin baru bertemu dengan Noordin.

Apa ciri-ciri seseorang telah menjadi pengantin Noordin?

Tingkah laku mereka menjadi aneh. Menjadi penyendiri. Hilang kontak dengan keluarga dan tidak mau terbuka.

Antisipasinya?

Di sini peran keluarga sangat dibutuhkan. Kalau mulai merasa ada anggota keluarga yang berubah harus segera ditanyakan. Warga sekitar juga turut berpartisipasi dengan melaporkan ke aparat setempat atau Ketua RT.

Menurut Anda, kinerja intelijen selama ini seperti apa?

Kerja intelijen sekarang ini sama saja dengan waktu dulu. Hanya saja saat ini intelijen tidak mempunyai payung hukum yang jelas untuk bertindak. Pada Era Orde Baru penanganan teroris lebih bagus ketimbang saat ini.

Maksud payung hukum tersebut?

Kewenangan intelijen tidak seperti dulu lagi. Dulu intelijen punya payung hukum untuk bertindak, yaitu Undang-Undang No. 11 PNPS tahun 1963 tentang pemberantasan kegiatan subversi. Tapi sejak era Presiden BJ Habibie tahun 1999, Undang-Undang tersebut dihapuskan.

Akibatnya?

Terorisme tidak dianggap sebagai extraordinary crime (kejahatan luar biasa). Penanganan kasus teroris sama seperti kasus Justice Crime pada umumnya. Orang-orang yang terlibat dengan teroris tidak dapat ditangkap, dengan alasan belum memiliki bukti. Data-data pelaku teroris di Jatiasih, Bekasi, sudah dimiliki polisi sejak 5 tahun lalu. Tapi, mereka semua tidak ditangkap karena aparat tidak memiliki cukup bukti. Intelijen hanya melaporkan tanpa mampu bertindak.

Apakah negara lain punya UU Intelijen?

Jelas sekali. Semua negara memiliki Undang-Undang Intelijen. Amerika Serikat contohnya, memiliki Patriot Act. Dengan undang-undang tersebut, Amerika Serikat bahkan bisa menangkap kepala negara lain yang diduga terlibat teroris atau membahayakan negara mereka. Di Malaysia dan Singapura memiliki Internal Security Act (ISA). Jika ditemukan orang-orang yang terlibat teroris langsung ditangkap. Meskipun bukti belum mendukung.

Kenapa Indonesia tidak membuat undang undang baru?

Sebenarnya rancangan undang undang soal terorisme sudah ada di DPR. Undang-undang tidak dibahas. Biasa orang Indonesia mudah lupa. Sehingga kelanjutannya tidak jelas dan mengendap.

Bagaimana dengan dihidupkannya kembali Desk Antiteror di TNI?

Hal tersebut sangat bagus. Mereka bisa menutup lini-lini yang masih kosong. Mereka juga mempunyai jaringan hingga ke bawah. Sifat kerja TNI mendapatkan data. Sedangkan penindakan tetap ada di tangan kepolisian sebagai pemegang Bawah Kendali Operasi (BKO). Bahaya sekarang sudah di depan mata. Kepala BIN Samsir Siregar sekitar 1997 mengatakan pola penyerangan pelaku teroris berubah ke arah pejabat. (cdl)

Tidak ada komentar: