Oleh:
Dr. Hj. Masyitoh, M.Ag
Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ)
Kejujuran Tidak Cukup Dalam Politik
Di dalam sejarah Islam, masalah yang pertama kali muncul adalah masalah politik. Tapi, permasalah tersebut baru muncul pascawafatnya rosul. Meskipun kemudian baru muncul masalah keagamaan. Misalnya, ketika Ali bin Abi Tolib dengan Muawiyah berselisih soal siapa yang akan menjadi khalifah selanjutnya. Itu adalah masalah politik. Untuk mendapatkan kekuasaan saat itu sangat luar biasa. Terjadi peperangan dan intrik-intrik.
Yang menjadi pertanyaannya adalah, kenapa politik itu perlu? Ketika seseorang yang mempunyai keahlian atau bakat di dunia politik tidak akan menjadi masalah. Karena apapun namanya politik itu , tujuannya tetap kekuasaan. Kalau dia bisa berkuasa, dia bisa berperan dan mengatur. Mengatur negara dan wilayah sesuai dengan levelnya. Tapi pimpinan yang bagaimana itu yang menjadi masalah. Sehingga sudah pasti politik itu diperlukan.
Untuk dunia politik di Indonesia tidak jauh dari penjelasan di atas. Ada intrik-intrik yang dilakukan. Hanya saja tanpa peperangan. Mungkin perang dingin. Tapi tidak perang secara terbuka. Merujuk pada hasil pemilu legislatif (pileg) dan pemilihan presiden (pilpres) beberapa waktu yang lalu, saya setuju bahwa pileg dan pilpres masih ditemukan kecurangan-kecurangan. Tapi kenyataannya tidak bisa dibuktikan.
Sekarang ini masalahnya adalah bagaimana kita sama-sama memperbaiki yang ada saat ini. Memperbaikinya tentu dengan cara kita masing-masing. Misalnya dengan dakwah. Kita jangan berbondong-bondong menjadi politikus. Tapi hendaknya ada yang menjadi pendakwah. Untuk mendakwahi politikus yang salah.
Politik itu sah-sah saja. Untuk menciptakan politikus yang bersih tergantung kepada individu masing-masing. Kalau individu sejak awalnya sudah ditempa maka dia akan mempunyai karakter. Jika karakternya bagus dia tidak akan melakukan kecurangan. Hanya saja orang yang karakternya bagus ini cukup sedikit. Apalagi, jumlah politikus yang curang cukup banyak. Yang terpenting bagi politikus curang adalah meraih kekuasaan. Apa yang dia tuju apakah materi, menjadi pejabat di pusat maupun daerah.
Beberapa pengalaman dalam Pilkada, selalu ada pihak yang protes. Ini tandanya ada ketidakpuasa. Ketidakpuasan ini pasti ada sesuatunya. Coba kalau lurus-lurus saja. Yang kalah legowo dan yang menang silahkan. Tapi ini seringnya tidak seperti itu. Contohnya pada Pilkada Jawa Timur yang harus dilaksanakan dua kali.ada ketidakpuasan salah satu calon. Meski sudah diprotes, tapi hasilnya tetap sama saja. Ini yang menjadi pertanyaan.
Menurut saya, orang yang sudah memiliki karakter bagus tidak akan mudah tergoda melakukan penyimpangan. Orang seperti ini juga sulit dirubah. Kecuali, lingkungan yang ditempatinya sangat luas biasa parahnya.
Ini contoh nyata, saya mempunyai seorang teman dalam sebuah keluarga. Dia orangnya terkenal bersih. Dia ada komitmen dengan karakter bersih tersebut. Semua orang yang tidak jujur dan amanah disingkirkan. Nyatanya dia tetap eksis. Bahkan, sampai sekarang dia menjadi rujukan. Lingkungan seperti apapun dia tidak akan berubah.
Namun, bisa saja orang yang memiliki karakter bagus berubah begitu saja. Selain itu, orang yang bersih cenderung disingkirkan dan tidak dipakai. Kecuali, dia memiliki sumber daya dan intelektual yang bagus.
Sekarang ini, orang yang jujur saja tidak cukup, kalau tidak ditunjang dengan kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan spiritual (SQ), dan kecerdasan emosional (EQ). Politik adalah kompetisi.
Bisa saja politikus yang curang-curang tersebut berubah menjadi baik. Asalkan mereka memiliki usaha untuk kembali ke jalan yang benar. Mungkin politikus tersebut hanya lupa sesaat. Selain itu, lingkungan tidak terlalu membentuknya. Tapi ada lingkungan yang sangat kuat. Kalau sekedar biasa-biasa aja, klilaf, suatu saat dia menyimpang. Bukan berarti dia akan menyimpang selamanya.
Dalam al-Quran juga disebutkan bahwa manusia adalah tempat salah dan lupa. Sehingga wajar saja sesaat dia lupa. Asal jangan seterusnya. Nanti menjadi karakter yang sangat membahayakan. (disampaikan kepada wartawan INDOPOS/cdl)
Dr. Hj. Masyitoh, M.Ag
Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ)
Kejujuran Tidak Cukup Dalam Politik
Di dalam sejarah Islam, masalah yang pertama kali muncul adalah masalah politik. Tapi, permasalah tersebut baru muncul pascawafatnya rosul. Meskipun kemudian baru muncul masalah keagamaan. Misalnya, ketika Ali bin Abi Tolib dengan Muawiyah berselisih soal siapa yang akan menjadi khalifah selanjutnya. Itu adalah masalah politik. Untuk mendapatkan kekuasaan saat itu sangat luar biasa. Terjadi peperangan dan intrik-intrik.
Yang menjadi pertanyaannya adalah, kenapa politik itu perlu? Ketika seseorang yang mempunyai keahlian atau bakat di dunia politik tidak akan menjadi masalah. Karena apapun namanya politik itu , tujuannya tetap kekuasaan. Kalau dia bisa berkuasa, dia bisa berperan dan mengatur. Mengatur negara dan wilayah sesuai dengan levelnya. Tapi pimpinan yang bagaimana itu yang menjadi masalah. Sehingga sudah pasti politik itu diperlukan.
Untuk dunia politik di Indonesia tidak jauh dari penjelasan di atas. Ada intrik-intrik yang dilakukan. Hanya saja tanpa peperangan. Mungkin perang dingin. Tapi tidak perang secara terbuka. Merujuk pada hasil pemilu legislatif (pileg) dan pemilihan presiden (pilpres) beberapa waktu yang lalu, saya setuju bahwa pileg dan pilpres masih ditemukan kecurangan-kecurangan. Tapi kenyataannya tidak bisa dibuktikan.
Sekarang ini masalahnya adalah bagaimana kita sama-sama memperbaiki yang ada saat ini. Memperbaikinya tentu dengan cara kita masing-masing. Misalnya dengan dakwah. Kita jangan berbondong-bondong menjadi politikus. Tapi hendaknya ada yang menjadi pendakwah. Untuk mendakwahi politikus yang salah.
Politik itu sah-sah saja. Untuk menciptakan politikus yang bersih tergantung kepada individu masing-masing. Kalau individu sejak awalnya sudah ditempa maka dia akan mempunyai karakter. Jika karakternya bagus dia tidak akan melakukan kecurangan. Hanya saja orang yang karakternya bagus ini cukup sedikit. Apalagi, jumlah politikus yang curang cukup banyak. Yang terpenting bagi politikus curang adalah meraih kekuasaan. Apa yang dia tuju apakah materi, menjadi pejabat di pusat maupun daerah.
Beberapa pengalaman dalam Pilkada, selalu ada pihak yang protes. Ini tandanya ada ketidakpuasa. Ketidakpuasan ini pasti ada sesuatunya. Coba kalau lurus-lurus saja. Yang kalah legowo dan yang menang silahkan. Tapi ini seringnya tidak seperti itu. Contohnya pada Pilkada Jawa Timur yang harus dilaksanakan dua kali.ada ketidakpuasan salah satu calon. Meski sudah diprotes, tapi hasilnya tetap sama saja. Ini yang menjadi pertanyaan.
Menurut saya, orang yang sudah memiliki karakter bagus tidak akan mudah tergoda melakukan penyimpangan. Orang seperti ini juga sulit dirubah. Kecuali, lingkungan yang ditempatinya sangat luas biasa parahnya.
Ini contoh nyata, saya mempunyai seorang teman dalam sebuah keluarga. Dia orangnya terkenal bersih. Dia ada komitmen dengan karakter bersih tersebut. Semua orang yang tidak jujur dan amanah disingkirkan. Nyatanya dia tetap eksis. Bahkan, sampai sekarang dia menjadi rujukan. Lingkungan seperti apapun dia tidak akan berubah.
Namun, bisa saja orang yang memiliki karakter bagus berubah begitu saja. Selain itu, orang yang bersih cenderung disingkirkan dan tidak dipakai. Kecuali, dia memiliki sumber daya dan intelektual yang bagus.
Sekarang ini, orang yang jujur saja tidak cukup, kalau tidak ditunjang dengan kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan spiritual (SQ), dan kecerdasan emosional (EQ). Politik adalah kompetisi.
Bisa saja politikus yang curang-curang tersebut berubah menjadi baik. Asalkan mereka memiliki usaha untuk kembali ke jalan yang benar. Mungkin politikus tersebut hanya lupa sesaat. Selain itu, lingkungan tidak terlalu membentuknya. Tapi ada lingkungan yang sangat kuat. Kalau sekedar biasa-biasa aja, klilaf, suatu saat dia menyimpang. Bukan berarti dia akan menyimpang selamanya.
Dalam al-Quran juga disebutkan bahwa manusia adalah tempat salah dan lupa. Sehingga wajar saja sesaat dia lupa. Asal jangan seterusnya. Nanti menjadi karakter yang sangat membahayakan. (disampaikan kepada wartawan INDOPOS/cdl)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar