Oleh: Drs. H Amidhan
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Ekonomi, Zakat, Infaq, dan Shodaqoh
Intropeksi dan Saling Memaafkan saat Ramadan
Bulan suci Ramadan merupakan bulan yang penuh dengan berkah. Terutama pelaksanaan Ramadan tahun ini yang diawali tiga berkah dari Allah. Berkah pertama adalah selesainya pelaksanaan pemilu legistatif dan presiden dengan damai. Kedua, terungkapnya jaringan teroris yang meledakan Hotel JW Marriot dan Ritz-Carlton. Meskipun tokoh utamanya belum tertangkap. Terakhir, awal Ramadan ditetapkan bersamaan dari dua sistem rukiyah dan hisab. Kedua-duanya jatuh pada Sabtu (22/8).
Dari ketiga berkah tersebut, isi dan tema Ramadan tentunya harus ditingkatkan sedemikian rupa. Ramadan diupayakan diisi penuh dengan peribadatan, baik yang wajib maupun yang sunah.
Ibadah wajib tentunya puasa, zakat, dan sholat. Sedangkan ibadah sunah seperti sholat tarawih, tadarus membaca al-Quran, dan iktikaf. Tadarus dilakukan tidak hanya saat Ramadan saja. al-Quran satu-satunya kitab suci yang dibaca mendapatkan pahala. Saat Ramadan pahala dilipatgandakan. Dari 10 bisa menjadi 700 kali
Selama Ramadan, perlu dilakukan banyak intropeksi diri atau muhasabah. Baik perseorangan, kelompok, maupun negara. Dalam QS. al-Hasyr (59) ayat 18 “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Tentu saja intropeksi ini melibatkan lembaga atau organisasi. Menurut saya, kenapa Islam di Indonesia masih terpuruk, tidak dapat maju-maju dan bersatu karena tidak pernah intropeksi. Saya akui, partai-partai yang berbasis Islam dalam pemilu lalu kalah total.
Bagaimana ke depan negara ini dikelola dengan presiden dan wakil presiden yang baru. Meskipun presidennya sama. Hanya wakilnya yang ganti. Kabinet yang baru. Bagaimana kedepan ini tidak mudah. Karena kita diancam krisis pangan, energi, pemanasan global sudah jadi perhatian sedunia.
Disamping itu, saya menyarankan agar orang Indonesia melakukan mushafahah atau berjabt tangan. Berjabat tangan merupakan simbol saling memafkan. Ketika pemilu, tidak mustahil kita berbeda pilihan. Bahkan dalam satu keluarga maupun antar ulama. Jangan sampai konflik berkelanjutan. Semuanya dianggap selesai dan saling memafkan, terutama di dalam keluarga.
Di dalam hal-hal yang lain, peningkatan dakwah dalam bulan Ramadan perlu dilakukan. Dari segi jumlah maupun mutu. Kualitas dan kuantitas. Kalau jumlah tentunya frekuensi diperbanyak. Disamping itu, perlu dilakukan diskusi dan dialog untuk mempelajari dan memahami al-Quran dengan benar.
Kaget dengan operasi polisi
Tahun ini kita semua dikejutkan oleh operasi cipta kondisi yang dilakukan kepolisian. Polisi mau mengawasi dakwah. Mereka akand atang ke masjid-masjid dan tempat ceramah. Mana-mana yang dianggap provokasi dan melanggar hukum.
Saya menyarankan agar dakwah yang dilakukan seperti biasanya. Tema-tema yang diusung adalah meningkatkan keimanan dan ketaqwaan. Persaudaraan di kalangan muslimin dan umat beragama.
Bagi saya, operasi yang dilakukan polisi tidak tepat dan terlalu berlebihan. Menanggulangu teroris bukan dakwah yang diawasi. Jangan apriori (secara langsung) terorisme dilekatkan dengan Islam. Kita semua korban dari global war of terorism. Sejatinya, tidak ada teroris dari Indonesia. Semuanya datang dari luar. Ada ground movement. Hal itu harus diatasi dengan menyebarkan intelijen.
Teroris itu mereka semua sembunyi-sembunyi. Tidak terang-terangan. Percuma dan mubazir mengawasi dakwah yang terbuka. Malahan bisa menimbulkan kegelisahan di kalangan masyarakat dengan mengawasi ketat.
Lagi pula, polisi tidak tidak jelas mendeskripsikan seperti apa yang dimaksud dengan provokasi dan melanggar hukum. Pokoknya tidak tepat. Seharusnya pemerintah, aparat keamanan, dan masyarakat bekerja sama. Kerjasama itu, tidak boleh didahului dengan kecurigaan. Pengawasan yang dilakukan polisi bisa mencederai kerjasama yang akan dilakukan. Kalau sudah curig apa jadinya.
Ke depan, umat Islam harus mempererat komunikasi di dalam rumah tangga terkecil dan lingkungan sekitar. Jangan sampai ada anggota keluarga yang pergi satu malam, satu minggu, satu bulan hilang. Harus ditanyakan kenapa belum pulang. Broken home itu bisa jadi lahan teroris. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar