Jumat, 11 September 2009

Spirit Ramadan Ayumardi Azra

Oleh:
Prof Dr Azyumardi Azra MA*
*Direktur Sekolah Pascasarjana
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah


Salah hal yang selama ini terjadi sepanjang tahun adalah umat Islam menunjukkan kepedulian sosialnya terhadap masyarakat miskin dengan mengeluarkan zakat, infak, dan sedekah. Bahkan kurban saat Idul Adha.
Hanya saja, banyak bentuk kepedulian yang dikeluarkan tersebut tidak efektif penyaluran dan penerimanya. Penyaluran dilakukan secara sporadis dan semaunya. Ada yang di pinggir jalan, di persimpangan, dan di tempat-tempat potensial lainnya. Akibatnya, penyaluran yang dilakukan menjadi tidak terorganisasi. Masyarakat tetap saja tak terbebas dari kemiskinan.
Itulah yang kemudian menyebakan munculnya budaya mengemis di sebagian masyarakat. Orang-orang yang tidak mau bekerja keras, maunya hanya mengemis. Terlebih lagi di bulan puasa ini, mungkin mereka bisa mendapatkan lebih banyak lagi.
Karena itu, saya menyambut positif fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mengharamkan mengemis. Kita harus memaknai hal tersebut dalam rangka mencegah budaya mengemis. Budaya mengemis itu tidak baik menurut ajaran Islam.
Makanya, zakat, infak, dan sedekah sebaiknya disalurkan melalui lembaga-lembaga amil yang bisa menyalurkan ke dalam bentuk-bentuk bantuan yang sifatnya produktif. Misalnya melalui Dompet Duafa dan Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU).
Di lembaga yang sudah profesional tersebut, dana yang terkumpulkan akan disalurkan kepada masyarakat miskin. Mereka akan diberikan modal usaha. Jadi tidak hanya diberikan secara sporadis di pinggir jalan. Itu semua tidak ada gunanya. Hanya membuat orang-orang miskin menjadi semakin tergantung dan menjadi budaya mengemis.
Saya kira, pengumpulan dan distribusi zakat, infak, dan sedekah harus melalui administrasi dan pengelolaan yang baik. Kalau tidak, itu tidak bisa menghapuskan kemiskinan. Bantuan yang didapatkan hanya terbuang sia-sia.
Selama Ramadan ini, bentuk kepedulian yang ditunjukkan bisa dalam bentuk memberikan makanan untuk berbuka puasa maupun sahur. Apalagi, pahala bagi orang yang menyediakan untuk makanan berbuka sama besarnya dengan orang yang melaksanakan puasa itu sendiri. Ini memang dianjurkan. Bantuan makanan tersebut bisa disalurkan melalui masjid-masjid.
Di masjid, bisa dilakukan iftar atau buka puasa bersama. Di lingkungan saya, orang yang dianggap mampu menyediakan makanan untuk berbuka pada hari-hari tertentu. Jadi tidak harus dalam bentuk uang. Kepedulian terhadap orang miskin selama bulan puasa bisa dalam bentuk makanan tersebut.
Saya menilai, banyak pengemis akibat manajemen penyaluran zakat kurang bagus. Penyaluran seadanya dan asal tersalur saja. Hal tersebut harus segera dihentikan. Kita bersyukur, dalam kurun waktu 10 tahun atau satu dasawarsa terakhir, mulai ada lembaga pengumpul dan distribusi zakat yang profesional. Dana zakat, infak, dan sedekah yang terkumpul disalurkan tidak hanya kepada masyarakat miskin. Tapi juga beasiswa untuk mahasiswa miskin dan orang duafa dalam pengertian tidak mampu membayar biaya rumah sakit.
Sehingga penyaluran menjadi lebih bagus dan beragam lagi. Kalau anda memiliki uang lebih dan dibagikan kepada masyakat miskin yang ada di pinggir jalan dan yang mendapatkan hanya itu-itu. Maka anda menambah budaya miskin dan malas bekerja di masyarakat.
Saat ini yang diperlukan adalah lembaga-lembaga profesional untuk mengumpulkan dan menyalurkan zakat. Kalau saat ini baru ada di tingkat nasional, saya kira pada tingkat provinsi, kota dan kabupaten bahkan kecamatan perlu dibuat lembaga serupa. Hal ini harus dilakukan segera.
Di samping itu, sikap masyarakat harus berubah. Sifat orang-orang yang mampu harus berubah. Jika memberikan langsung itu tidak apa-apa. Asalkan kita mengetahui orang yang menerimanya. Tetapi, jangan diberikan semuanya. Sebagian ke sana, sedangkan sebagian lagi untuk orang lain.
Memang secara tradisional, zakat, infak, dan sedekah juga bisa disalurkan melalui amil yang ada di masjid. Tapi karena penyaluran melalui masjid tidak profesional akibatnya menjadi tidak produktif.
Bagi saya, fenomena di sejumlah daerah soal adanya orang kaya yang membagikan zakat secara beramai-ramai tidak mendidik. Ini tidak boleh dilakukan lagi. Malahan perbuatan tersebut menunjukkan sikap riya atau mau pamer.
Dalam hadis nabi disebutkan kalau anda mau memberikan zakat, infak, dan sedekah dengan tangan kanan, maka tangan kiri jangan sampai tahu. Tapi dengan pamer tersebut, tidak hanya tangan kiri yang tahu, tapi seluruh Indonesia mengetahuinya. Dengan diumumkan ke publik melalui radio dan sebagainya. Sampai-sampai penyaluran seperti ini menimbulkan korban jiwa. Warga yang menganter berdesak-desakan dan meninggal. Perbuatan ini lebih banyak mudaratnya. Kalau ingin betul-betul membantu masyarakat miskin, maka salurkan melalui lembaga profesional yang sudah teruji. (disampaikan kepada wartawan INDOPOS/cdl)

Tidak ada komentar: