Jumat, 11 September 2009

boks Azyumardi Azra

Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA, Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Puasa Anggota Teroris Tidak Bermakna

Bulan Ramadhan datang lagi. Semua orang melaksanakan ibadah puasa dan berlomba-lomba untuk dekat dengan Allah SWT. Apakah hal serupa dilakukan teroris. Terutama jaringan Noordin M Top. Berikut pengakuan Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA, Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Ciputat Tangerang Selatan, kemarin.

DEDI MIRWAN, Tangerang Selatan

Azyumardi nampak sedang memainkan komputer sambil menyaksikan salah satu tayangan televisi ketika INDOPOS dipersilakan masuk ruang kerjanya. Ruang tersebut berada satu bagian dengan Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah, di Jalan Kertamukti 1. Dengan luas sekitar 7 M x 7 M, ruangan yang cukup dingin tersebut terdapat puluhan buku, meja kerja, komputer, televisi, dan sofa tamu.
“Maaf, saya cuma bisa diwawancara sebentar. Saya sedang sibuk. Saya bahkan lupa kalau ada janji dengan anda. Langsung saya mau nanya apa,” katanya membuka percakapan.
Diminta menjelaskan tentang puasa, Azyumardi sangat lancar menjabarkan semuanya. Termasuk puasa yang dilakukan teroris jaringan Noordin M Top. Mantan wartawan Panji Masyarakat ini menilai puasa yang dilakukan teroris sudah kehilangan makna.
“Puasa harus bisa menahan hawa nafsu. Tidak cepat menggunakan kekerasan. Tidak cepat menggunakan bom. Baik kemarahan terhadap orang Islam sendiri maupun terhadap amerika. Kalau masih ada orang Islam seperti Noodin dan jaringannya, maka puasa yang mereka lakukan tidak ada maknanya. Mereka tidak dapat mencapai derajat ketaqwaan seperti tujuan awal puasa,” jelas Azyumardi.
Menurut Azyumardi, tidak ada cara lain untuk menghentikan teroris selain dengan penegakan hukum. Sebab, mereka sudah salah dalam memahami agama dan salah dalam memahami arti jihad.
“Arti jihad diselewengkan. Dia (Noordin) mencuci otak anak muda dengan doktrin jihad yang sesat. Memang dari sudut agama dikasih tahu puasa menahan diri, menahan hawa nafsu, dan menahan kemarahan. Ternyata semuanya tidak dilaksanakan,” terang bapak tiga anak ini.
Azyumardi berharap, polisi dan aparat lainnya harus bekerja dengan maksimal untuk mengejar, menangkap, dan membawa teroris ke pengadilan. peran masyarakat juga dibutuhkan untuk menjaga lingkungan.
Orang tua, lanjut suami dari Ipah Fariha ini, jangan membiarkan anak mereka begitu saja. Kalau anak mulai mengikuti perkumpulan maupun pengajian yang tidak jelas ujung pangkalnya harus segera didekati. Masyarakat jangan permisif atau cuek-cuek saja.
“Misalnya ada ustad yang datang dari luar. Fasih membaca Al-Quran, fasih menjadi imam sholat. Lantas mengajak outbound maupun latihan kepemimpinan. Itu harus dicurigai. Harus diwaspadai. Jangan terlalu cepat percaya dan membiarkan anaknya pergi,” pintanya.
Jika masyarakat tidak permisif, kata Azyumardi, sudah sejak lama Noordin ditangkap. Banyak orang yang terpesona dengan Noordin hanya karean fasih membaca Al-Quran dan ngomong jihad. Apalagi jihad melawan Amerika. Amerika menjajah ekonmi kita dan melakukan penganiayaan di Palestina dan Irak.
“Anak muda mudah terpengaruh. Dicuci otaknya dengan hal-hal seperti itu. Selanjutnya diberikan doktrin-doktirn jihad yang keliru. Padahal bom bunuh diri itu haram. Dosanya dua tingkat. Tingkat pertama bunuh diri. sedangkan tingkat kedua membunuh orang lain.
Untuk menghilangkan doktrin-doktrin tersebut, harus menggunakn pendekatan yang persuasif. Kalau ada anak muda yang pikirannya aneh-aneh harus didekati baik-baik. Lakukan dialog dan tunjukan sikap empati. Datangi mereka secara personal. Sebab, keberhasilan teroris merekrut anak muda karena pendekatan personal. Dari hati ke hati dan dalam waktu yang lama.
“Mencounternya tidak cukup dengan mendatangkan guru ngaji. Dia dakwah sekali habis itu pergi. Itu tidak efektif. Harus ada orang-orang yang memberikan penjelasan secara terus menerus dan mendekati personal,” bebernya.
Saat ini, bagi Azyumardi, para ustad dan kiai di lingkungan masyarakat harus prokatif memantau warga pendatang. Kalau ada yang mencurigakan harus dipantau dan ditanya. “Jika dia memberikan informasi yang mencurigakan lapor ke polisi. Jangan main gebuk begitu. Itu namanya main hakim sendiri. Karena ada kecenderungan pada sebagian masyarakat di bawah terlalu bersemangat sehingga melakukan tidakan melanggar hukum,” kata lulusan Fakultas Tarbiyah IAIN ini.
Azyumardi mengaku, mengetahun beberapa orang yang punya hubungan dengan teroris di wilayah Tangerang Selatan. Namun, dirnya tidak mempunyai kontak atau hubungan khusus dengan orang-orang tersebut. Namun, Azyumardi menjamin, mereka yang terlibat ini bukan jaringan Noordin M Top.
“Mungkin yang eksnya saya tahu. Ada satu dua yang tinggal di Pamulang. Saya tidak perlu menyebut namanya. Tapi saya kira mereka tidak terlibat dengan kegiatan-kegiatan yang terakhir (bom kuningan II). Mereka hanya golongan garis keras,” urainya. (*)

Tidak ada komentar: