Oleh:
Prof. Dr. A Munir Mulkhan
Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)
Saat ini masih banyak umat islam yang belum memahami tentang makna islam itu sendiri. Buktinya, umat Islam sangat mudah terpecah belah oleh isu-isu yang belum tentu kebenaraannya. Belum bersatunya umat islam akibat sikap yang ingin menang sendiri dan tidak menghargai kelompok lain.
Mumpung masih dalam bulan Ramdan, seluruh umat Islam harus merenungi lagi apa makna dari puasa itu sendiri. Salah satu maknanya adalah menahan nafsu. Menahan fasu ini tidak hanya nafsu ingin makan, minum, dan sebagainya. Tapi juga nafsu ingin menang sendiri.
Nafsu ingin menang sendiri atau merasa kelompoknya yang paling benar ini sangat sulit dihentikan. Sebab, manusia melawan dirinya sendiri. Bukan melawan orang lain. Selain itu, bentuknya tidak terlihat.
Dengan puasa, kita berusaha mendekatkan diri dengan Allah, juga dengan sesama umat Islam yang lainnya. Seringnya orang ikut sholat berjamaah di masjid bisa menambah rasa persatuan kita. Selain itu, terciptanya silaturahmi dengan orang lain.
Hikmah dari puasa itu sendiri adalah melatih manusia untuk sabar dalam menjalani hidup. Maksud dari sabar yang tertera dalam al- Quran adalah ‘gigih dan ulet’ seperti yang dimaksud dalam QS. Ali Imran: 146. “Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar”.
Meskipun begitu, saya akui bahwa sangat sulit untuk menyatukan seluruh umat Islam dalam satu kelompok maupun partai politik. Sebab, semua organisasi maupun partai berbasis Islam memiliki sudat pandang berbeda. Akibatnya, terjadi saling klaim dan menyalahkan kelompok lain. Padahal dasar mereka sama-sama Islam.
Agar terciptanya persatuan antara organisasi Islam maupun partai berbasis Islam harus ada pembagian kerja dan saling pengertian. Untuk menumbuhkan itu calah satu caranya dengan puasa.
Sebenarnya semua organisasi Islam maupun partai sudah sepakat, yaitu sepakat kepada Indonesia. Itu merupakan salah satu bentuk kesatuan. Tapi mungkin ada yang lebih ideal. Misalnya bergerak emncapai tujuan Indonesia merdeka. Keadilan dan kesejahteraan sosial akan tercipta kalau kita saling menghargai satu sama lain. Selama Ramadan kita tingkatkan rasa menghargai kita terhadap sesama.
Dengan saling menghargai, kita juga bisa menjadi filter bagi pengarus asing yang mau merusak persatuan dan kesatuan umat Islam. tapi dengan sikap umat Islam yang masih sering ribut dan tidak menghargai kelompok lain sangat sulit untuk membuat filter intervensi asing tersebut. Karena semuanya sudah saling menyalahkan. Hal itu memberi peluang untuk asing.
Mereka juga harus memahami yang lain juga mempunyai pemahaman berbeda. Kalau semua orang bertauhid selama bulan puasa ini hal tersebut dapat ditingkatkan. Tidak ada kelompok atau orang yang paling benar kecuali Allah.
Puasa mengajarkan umat Islam untuk memupuk kebersamaan dan menahan diri. Kebersamaan itu berjalan secara langsung tanpa aba-aba. Dalam keluarga maupun organisasi Islam, kebersamaan itu akan meningkatkan rasa menghargai antar sesama anggota. Membuka dialog yang selama ini tidak pernah ada karena mungkin masing-masing sibuk dengan kegiatannya. Maka tidaklah muluk muluk, kalau melalui bulan Ramadhan ini, disamping kebahagiaan atas pelaksanaan ibadah individu, kita harapkan juga tumbuh kebersamaan yang lebih erat antar anggota.
Itu semua jadinya relatif. Kerelatifan itu tawadu. Tawadu adalah menghargai orang lain. Kalau praktik di lapangan seperti itu, semua pihak pasti membuka diri untuk berdialog dengan kelompok lain. Selain itu internal di antara mereka juga berbeda.
Menurut saya persatuan dan kesatuan di Indonesia lebih ke substansinya. Nanti perwujudannya bisa berbeda-beda. Karena pemahaman hidup atau kelompok berbeda. Makanya ada Bhineka Tunggal Ika. Dalam setiap pengajian selama Ramadan, kita harus saling mengingatkan tentang perbedaan tersebut. Memori kita buka kembali. Orang itu hidupnya changedible atau berubah. Kadang orang merasa sudah selesai. Padahal belum. Kalau sudah selesai, kita mati semuanya. Ini merupakan kesadaran hidup. (disampikan kepada wartawan INDOPOS/cdl)
Prof. Dr. A Munir Mulkhan
Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)
Saat ini masih banyak umat islam yang belum memahami tentang makna islam itu sendiri. Buktinya, umat Islam sangat mudah terpecah belah oleh isu-isu yang belum tentu kebenaraannya. Belum bersatunya umat islam akibat sikap yang ingin menang sendiri dan tidak menghargai kelompok lain.
Mumpung masih dalam bulan Ramdan, seluruh umat Islam harus merenungi lagi apa makna dari puasa itu sendiri. Salah satu maknanya adalah menahan nafsu. Menahan fasu ini tidak hanya nafsu ingin makan, minum, dan sebagainya. Tapi juga nafsu ingin menang sendiri.
Nafsu ingin menang sendiri atau merasa kelompoknya yang paling benar ini sangat sulit dihentikan. Sebab, manusia melawan dirinya sendiri. Bukan melawan orang lain. Selain itu, bentuknya tidak terlihat.
Dengan puasa, kita berusaha mendekatkan diri dengan Allah, juga dengan sesama umat Islam yang lainnya. Seringnya orang ikut sholat berjamaah di masjid bisa menambah rasa persatuan kita. Selain itu, terciptanya silaturahmi dengan orang lain.
Hikmah dari puasa itu sendiri adalah melatih manusia untuk sabar dalam menjalani hidup. Maksud dari sabar yang tertera dalam al- Quran adalah ‘gigih dan ulet’ seperti yang dimaksud dalam QS. Ali Imran: 146. “Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar”.
Meskipun begitu, saya akui bahwa sangat sulit untuk menyatukan seluruh umat Islam dalam satu kelompok maupun partai politik. Sebab, semua organisasi maupun partai berbasis Islam memiliki sudat pandang berbeda. Akibatnya, terjadi saling klaim dan menyalahkan kelompok lain. Padahal dasar mereka sama-sama Islam.
Agar terciptanya persatuan antara organisasi Islam maupun partai berbasis Islam harus ada pembagian kerja dan saling pengertian. Untuk menumbuhkan itu calah satu caranya dengan puasa.
Sebenarnya semua organisasi Islam maupun partai sudah sepakat, yaitu sepakat kepada Indonesia. Itu merupakan salah satu bentuk kesatuan. Tapi mungkin ada yang lebih ideal. Misalnya bergerak emncapai tujuan Indonesia merdeka. Keadilan dan kesejahteraan sosial akan tercipta kalau kita saling menghargai satu sama lain. Selama Ramadan kita tingkatkan rasa menghargai kita terhadap sesama.
Dengan saling menghargai, kita juga bisa menjadi filter bagi pengarus asing yang mau merusak persatuan dan kesatuan umat Islam. tapi dengan sikap umat Islam yang masih sering ribut dan tidak menghargai kelompok lain sangat sulit untuk membuat filter intervensi asing tersebut. Karena semuanya sudah saling menyalahkan. Hal itu memberi peluang untuk asing.
Mereka juga harus memahami yang lain juga mempunyai pemahaman berbeda. Kalau semua orang bertauhid selama bulan puasa ini hal tersebut dapat ditingkatkan. Tidak ada kelompok atau orang yang paling benar kecuali Allah.
Puasa mengajarkan umat Islam untuk memupuk kebersamaan dan menahan diri. Kebersamaan itu berjalan secara langsung tanpa aba-aba. Dalam keluarga maupun organisasi Islam, kebersamaan itu akan meningkatkan rasa menghargai antar sesama anggota. Membuka dialog yang selama ini tidak pernah ada karena mungkin masing-masing sibuk dengan kegiatannya. Maka tidaklah muluk muluk, kalau melalui bulan Ramadhan ini, disamping kebahagiaan atas pelaksanaan ibadah individu, kita harapkan juga tumbuh kebersamaan yang lebih erat antar anggota.
Itu semua jadinya relatif. Kerelatifan itu tawadu. Tawadu adalah menghargai orang lain. Kalau praktik di lapangan seperti itu, semua pihak pasti membuka diri untuk berdialog dengan kelompok lain. Selain itu internal di antara mereka juga berbeda.
Menurut saya persatuan dan kesatuan di Indonesia lebih ke substansinya. Nanti perwujudannya bisa berbeda-beda. Karena pemahaman hidup atau kelompok berbeda. Makanya ada Bhineka Tunggal Ika. Dalam setiap pengajian selama Ramadan, kita harus saling mengingatkan tentang perbedaan tersebut. Memori kita buka kembali. Orang itu hidupnya changedible atau berubah. Kadang orang merasa sudah selesai. Padahal belum. Kalau sudah selesai, kita mati semuanya. Ini merupakan kesadaran hidup. (disampikan kepada wartawan INDOPOS/cdl)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar