Suasana Puasa di Markas Front Pembela Islam (FPI)
Warung Nasi Boleh Buka, Siap Lakukan Pemantau
Front Pembela Islam (FPI) merupakan organisasi masa yang sering melakukan sweeping terhadap tempat hiburan yang buka di bulan puasa. Tak jarang aksi tersebut berujung dengan kekerasan. Tapi, bagaimana suasana puasa di markas besar FPI di Jalan Petamburan III Kecamatan Tanah Abang Jakarta Pusat.
DEDI MIRWAN, Jakarta
Jalan Petamburan III nampak sepi. Puluhan warung nasi yang selalu ramai di siang hari tidak lagi terlihat. Bahkan dua buah warung nasi padang yang bersebelahan dengan Masjid Jami Al-Islah memilih untuk menutup warungnya. Sedangkan warung yang menjual bahan kebutuhan pokok tetap buka. Sedangkan puluhan pemuda memilih untuk berkumpul di masjid sambil tidur siang.
“Disini tidak ada yang melarang untuk buka saat puasa. FPI juga tidak pernah meminta kami untuk menutup warung,” kata Mahmud penjual warung nasi, Sabtu (22/8).
Dikatakannya, jika ada warung yang tutup itu hanya kesadaran sosial untuk menghormati orang yang sedang berpuasa. Namun, ada juga warung nasi yang baru buka disore hari menjelang berbuka.
“Kalau warung saya ditutup, masa dapat uang dari mana. Bagaimana membiaya hidup keluarga saya,” kilah pria asal Klaten ini.
Menurutnya, terjadi penurunan jumlah warga yang makan secara dratis saat puasa. Untuk mencegah kerugian, jumlah makan yang disajikan juga ikut dikurangi. “Ada saja yang datang untuk makan. Kebanyakan merupakan sopir mikrolet dan kuli bangunan,” katanya.
Tokoh masyarakat Petamburan Herman mengatakan, tidak ada instruksi khusus dari FPI kepada setiap warung nasi untuk menutup tokonya. Warung nasi yang buka harus menutup tempatnya menggunakan kain agar tidak terlihat dari luar.
“Kalau mau makan di dalam saja. Jangan terlihat keluar. Tidak enak dengan warga yang sedang puasa,” terang warga yang tinggal di Gang Paksi Rt 3/3 ini.
Diakuinya, warga sekitar tidak pernah memaksa pemilik warung untuk tutup. Warga juga menyadari bahwa mereka mencari nafkah. Selain itu, barang-barang yang dijual halal. “Kalau toko sembako semuanya masih buka. Yang harus ditutup pakai kain adalah warung yang menjual makanan jadi atau siap makan saja,” paparnya.
Herman menceritakan, sebelum ada FPI, warung masih memang tetap buka saat puasa. Keberadaan ormas yang dipimpin Habib Rizieq Syihab ini hanya memberantas tempat-tempat maksiat dan menjual minuman keras saja. Namun, jika ada warung yang membandel saat puasa akan mendapatkan teguran dari masyarakat maupun FPI.
“Beberapa tahun yang lalu disini masih banyak warung miras. Apalagi di Petamburan bagian belakang. Anak muda juga tidak segan-segan untuk minum miras di pinggir jalan. Tapi semenjak ada FPI, sudah tidak ada lagi yang berani meminum bahkan menjualnya,” jamin kakek berusia 55 tahun ini.
Salah satu pemuda Syarif Hidayat mengaku, ketika puasa pemuda lebih sering berkumpul di masjid. Selain untuk istirahat, ada juga yang datang untuk mengaji. Selama Ramadhan, remaja di sekitar Petamburan III biasanya sudah memiliki kegiatan. Dalah satunya, pengajian rutin setiap malam Kamis.
“Ada juga yang datang hanya untuk tidur,” Syarif mengaku.
Terpisah, Wakil Sekjen FPI Sholeh Mahmud dalam sebuah acara televisi menegaskan, FPI akan melakukan pemantauan tempat-tempat hiburan yang tetap buka saat bulan Ramadhan. Karena, tempat hiburan tersebut sudah melanggar peraturan daerah (Perda). “Kita hanya memantau buka melakukan sweeping. Pemantau hanya di daerah yang mempunyai perda saja. Maunya Perda berlaku sepanjang tahun,” katanya.
Sholeh mengaku, alasan pemantauan dilakukan hanya saat Ramadhan karena Perda yang dibuat juga berlaku di bulan Ramadhan. Kalau hanya mengandalkan polisi dan pemda untuk menindak tempat-tempat hiburan tidak cukup.
“Dua tahun yang lalu ketika FPI tidak pernah melakukan pemantau, banyak tempat hiburan yang nekad melanggar Perda dan buka saat puasa. Pemda tidak berani untuk menindaknya. Makanya FPI turun lagi untuk memantau,” urainya.
Disinggung mengenai aksi kekerasan ketika FPI melakukan sweeping, kata Sholeh, terjadi akibat adanya provikasi dari sejumlah orang yang tidak senang dengan tindakan FPI. Anggota yang sedang melakukan konvoi sering dilempar batu, bom molotov, bahkan panah.
“FPI hanya membela diri. Kekerasan yang dilakukan akibat terblow up media. FPI cinta damai,” tegasnya. (*)
Warung Nasi Boleh Buka, Siap Lakukan Pemantau
Front Pembela Islam (FPI) merupakan organisasi masa yang sering melakukan sweeping terhadap tempat hiburan yang buka di bulan puasa. Tak jarang aksi tersebut berujung dengan kekerasan. Tapi, bagaimana suasana puasa di markas besar FPI di Jalan Petamburan III Kecamatan Tanah Abang Jakarta Pusat.
DEDI MIRWAN, Jakarta
Jalan Petamburan III nampak sepi. Puluhan warung nasi yang selalu ramai di siang hari tidak lagi terlihat. Bahkan dua buah warung nasi padang yang bersebelahan dengan Masjid Jami Al-Islah memilih untuk menutup warungnya. Sedangkan warung yang menjual bahan kebutuhan pokok tetap buka. Sedangkan puluhan pemuda memilih untuk berkumpul di masjid sambil tidur siang.
“Disini tidak ada yang melarang untuk buka saat puasa. FPI juga tidak pernah meminta kami untuk menutup warung,” kata Mahmud penjual warung nasi, Sabtu (22/8).
Dikatakannya, jika ada warung yang tutup itu hanya kesadaran sosial untuk menghormati orang yang sedang berpuasa. Namun, ada juga warung nasi yang baru buka disore hari menjelang berbuka.
“Kalau warung saya ditutup, masa dapat uang dari mana. Bagaimana membiaya hidup keluarga saya,” kilah pria asal Klaten ini.
Menurutnya, terjadi penurunan jumlah warga yang makan secara dratis saat puasa. Untuk mencegah kerugian, jumlah makan yang disajikan juga ikut dikurangi. “Ada saja yang datang untuk makan. Kebanyakan merupakan sopir mikrolet dan kuli bangunan,” katanya.
Tokoh masyarakat Petamburan Herman mengatakan, tidak ada instruksi khusus dari FPI kepada setiap warung nasi untuk menutup tokonya. Warung nasi yang buka harus menutup tempatnya menggunakan kain agar tidak terlihat dari luar.
“Kalau mau makan di dalam saja. Jangan terlihat keluar. Tidak enak dengan warga yang sedang puasa,” terang warga yang tinggal di Gang Paksi Rt 3/3 ini.
Diakuinya, warga sekitar tidak pernah memaksa pemilik warung untuk tutup. Warga juga menyadari bahwa mereka mencari nafkah. Selain itu, barang-barang yang dijual halal. “Kalau toko sembako semuanya masih buka. Yang harus ditutup pakai kain adalah warung yang menjual makanan jadi atau siap makan saja,” paparnya.
Herman menceritakan, sebelum ada FPI, warung masih memang tetap buka saat puasa. Keberadaan ormas yang dipimpin Habib Rizieq Syihab ini hanya memberantas tempat-tempat maksiat dan menjual minuman keras saja. Namun, jika ada warung yang membandel saat puasa akan mendapatkan teguran dari masyarakat maupun FPI.
“Beberapa tahun yang lalu disini masih banyak warung miras. Apalagi di Petamburan bagian belakang. Anak muda juga tidak segan-segan untuk minum miras di pinggir jalan. Tapi semenjak ada FPI, sudah tidak ada lagi yang berani meminum bahkan menjualnya,” jamin kakek berusia 55 tahun ini.
Salah satu pemuda Syarif Hidayat mengaku, ketika puasa pemuda lebih sering berkumpul di masjid. Selain untuk istirahat, ada juga yang datang untuk mengaji. Selama Ramadhan, remaja di sekitar Petamburan III biasanya sudah memiliki kegiatan. Dalah satunya, pengajian rutin setiap malam Kamis.
“Ada juga yang datang hanya untuk tidur,” Syarif mengaku.
Terpisah, Wakil Sekjen FPI Sholeh Mahmud dalam sebuah acara televisi menegaskan, FPI akan melakukan pemantauan tempat-tempat hiburan yang tetap buka saat bulan Ramadhan. Karena, tempat hiburan tersebut sudah melanggar peraturan daerah (Perda). “Kita hanya memantau buka melakukan sweeping. Pemantau hanya di daerah yang mempunyai perda saja. Maunya Perda berlaku sepanjang tahun,” katanya.
Sholeh mengaku, alasan pemantauan dilakukan hanya saat Ramadhan karena Perda yang dibuat juga berlaku di bulan Ramadhan. Kalau hanya mengandalkan polisi dan pemda untuk menindak tempat-tempat hiburan tidak cukup.
“Dua tahun yang lalu ketika FPI tidak pernah melakukan pemantau, banyak tempat hiburan yang nekad melanggar Perda dan buka saat puasa. Pemda tidak berani untuk menindaknya. Makanya FPI turun lagi untuk memantau,” urainya.
Disinggung mengenai aksi kekerasan ketika FPI melakukan sweeping, kata Sholeh, terjadi akibat adanya provikasi dari sejumlah orang yang tidak senang dengan tindakan FPI. Anggota yang sedang melakukan konvoi sering dilempar batu, bom molotov, bahkan panah.
“FPI hanya membela diri. Kekerasan yang dilakukan akibat terblow up media. FPI cinta damai,” tegasnya. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar